Showing posts with label Pendidikan. Show all posts
Showing posts with label Pendidikan. Show all posts

Saturday, September 4, 2021

Siswa Kelas 6 Belum Bisa Membaca, Salah Siapa?

Ceritanya di WhatsApp gue posting video lagi ngajarin anak kelas 6 belajar membaca. Dari awal sebenernya gue ragu mau di-posting atau nggak, ya? karena taruhannya adalah nama baik sekolah dan guru-guru tentunya. Perang batin gitu karena orang-orang pasti mikirnya langsung menyudutkan satu pihak. Hahaha. Tapi, persetan lah nama baik, tujuan gue posting biar mata kita semua terbuka terhadap kondisi dunia pendidikan di Indonesia, khususnya untuk kelas ekonomi menengah ke bawah. Masalah anak yang belum bisa baca ini bukan hal yang tabu buat gue. Hampir setiap tahun selalu kedapatan anak yang belum dan bahkan gak bisa baca meski sudah naik ke kelas enam. Bahkan nanti sampai ke SMP selalu ada desas-desus yang nyampe ke kuping gue kalo si A belum bisa baca, ditanya oleh guru SMP-nya alumni SD mana, siapa guru kelas 6-nya? LAH GUE.

Paling enak emang nyalahin guru. Guru SMA nyalahin guru SMP, guru SMP nyalahin guru SD, guru SD nyalahin guru TK, PAUD, BIMBA, dsb. Ujungnya nyalahin siapa? Ya, keluarga. Peran orang tualah yang bertanggung jawab atas pendidikan anak.
Orang tua gak terima katanya disekolahin biar pinter diajar gurunya, kenapa nyuruh orang tua ngajarin dan bertanggung jawab. Wkwkwk. Gitu aja terus sampe tukang bubur naik haji. Saling menyalahkan.

Ya, kalo gitu siapa dong yang salah?
Guru? Orang tua? Siswanya sendiri? Kurikulum? Lingkungan? Ekonomi? Keluarga? Tingkat pendidikan orang tua? Idpoleksosbudhankam? NKCTHI?



Bener aja, kan, gara-gara postingan itu, banyak banget replies masuk. Udah gue prediksi, sih, sebelumnya. Pasti temen-temen gue yang notabene sudah mempunyai anak usia sekolah dasar ngerasa aneh liat murid gue ada yang belum bisa baca dan (((kelas enam))) pula. Dari sekian chat yang masuk di antaranya:
"Kok bisa?"
"Belum bisa baca kenapa naik kelas sebelumnya?"
"Waktu kelas sebelumnya ngapain aja?"
"Sebelum ada Covid-19 berarti belum bisa baca dong?
"Berarti bukan karena alasan sekolah daring, kan?"
"Astaghfirullah, kelas 6 belum bisa baca."

Sama sekali gue gak merasa terpojok, kok, santai. Karena apa yang orang-orang pikirkan (kadang) tidak seperti realita di lapangan. Gue juga pertama kali ngajar tahun 2009 kaget ketika tau ada anak kelas tinggi yang belum bisa baca. Tapi, lama kelamaan melihat fakta di lapangan ya, jadi paham. Permasalahannya sangat kompleks, gak bisa hanya menyalahkan satu pihak, entah guru, orang tua, atau siswanya.

Masalah siswa yang belum bisa membaca ini termasuk gangguan psikologis terhadap transfer belajar, dan itu sangat banyak faktor yang mempengaruhi, di antaranya;
• ketidakberfungsian belajar (learning disfunction) yang disebabkan oleh tidak berfungsinya pengolahan dalam otak. Gangguan neurologis dan hubungan proses fungsi mental dan perilaku tertentu;
• lambat dalam belajar (slow learner) di mana siswa tersebut memerlukan waktu yang lebih lama dari siswa lain dibandingakan dengan temannya yang memiliki intelektual sama;
• lingkungan belajar, meliputi aspek keluarga, ekonomi, budaya, dan sosioteknologi.

Dan poin-poin itu semua sangat relate dengan kasus yang sedang gue bahas ini. Kondisi di lapangan memang seperti itu. Pola asuh orang tua kebanyakan (dalam hal ini di kampung tempat gue mengajar) adalah leave alone (membiarkan), orang tua tidak turut campur terhadap keinginan belajar anak, tidak pernah memberikan arahan, semua keputusan diserahkan pada anak, masa bodoh, tanpa pantauan, tanpa interaksi yang dekat antara anak dan orang tua. Kalo kata bahasa Jawa Serangnya 'nyeclekaken anak doang ning sekolahan kuh' semuanya diserahkan ke guru, baik mendidik maupun mengajar. Nah, ini yang salah persepsinya. Cuma, ya, balik lagi, pola asuh keluarga di rumah pun refleksi dari kondisi ekonomi dan pendidikan orang tuanya. Faktor ekonomi itu wujud investasi dalam pendidikan. Sekecil apapun pengorbanan untuk kepentingan pendidikan tidak lepas dari unsur pembiayaan. Siklus ini tidak ada ujungnya. Muter-muter bae wis, garan ya mekonon. Wkwkwk.

Biar imbang, faktor budaya yang salah satunya meliputi budaya belajar di sekolah pun harus dibahas, ya. Dalam hal ini guru yang mengajar. Gue gak boleh salah ngomong, nih. Uhuk.

Hmm ...

Jadi gini ...

Hmm ...

Para bunda dan mamah muda yang punya putri dan putra, dalam kapasitasnya untuk memahami kesulitan belajar siswa (terutama poin pertama dan kedua), perlu diketahui bahwa peran guru adalah mengidentifikasi, memecahkan masalah, dan merekomendasikan hasil diagnosis terbatas kepada guru BP, psikolog, psikiater, atau fisioterapis jika perlu. Jika perlu, loh, Bun. Poin pertama dan kedua ya khususnya, yakni siswa yang mengalami learning disfunction dan slow learner. Kenapa gak gurunya aja kalau ada siswa yang berkebutuhan khusus? Gini, loh, Bun, guru itu gak hanya pegang satu siswa dalam satu kelas, kalau kita hanya fokus pada siswa-siswa slow learner, apa kabar dengan siswa yang lain?

Tapi, ah, banyak tapinya. Wkwkwk. Namanya sekolah di kampung, ya kali ada siswa yang mau silaturahmi ke fisioterapis, jauh panggang dari api. Huhu.

Intinya siswa-siswa yang kasusnya seperti di postingan gue itu butuh penanganan khusus, diajar oleh guru khusus yang mempunyai kemampuan mengajar inklusif, di luar guru kelas sekolah reguler. Terlebih jika anak tersebut misalnya terdiagnosa mengalami sindrom kekacauan belajar (disleksia, disgrafia, dan diskalkulia) baiknya disekolahkan di sekolah inklusi atau sekolah luar biasa. Jika dipaksakan belajar di sekolah umum output-nya gak akan maksimal. Akibatnya, ya, seperti yang kita lihat, mereka tertinggal jauh dengan teman-teman sekelasnya yang lain.

Menjawab pertanyaan, "Kok bisa naik kelas, kan, gak bisa baca?" Guru itu selalu berdiri di ruang tengah bernama dilema. Kanan-kiri terbentur antara hati nurani dan aturan pemerintah. Semoga bisa menyimpulkan sendiri maksudnya apa. Rrrrrrr...

Sunday, November 12, 2017

Fitur Baru di Ms. Office 2016 yang Bikin Betah

Salah satu fitur yang paling gue seneng dari Microsoft Office 2016 adalah Screen Recording yang terdapat di Power Point. Ini kece banget sumpah. Jadi kalau mau rekam layar PC tinggal lari aja ke PPt - Insert - Screen Recording. Fitur ini ngebantu banget kalo mau bikin tutorial-tutorial di YouTube yang membutuhkan perekam layar. Simpel dan gak nyusahin. Fitur yang selama ini gue cari. Kemaren-kemaren kalo mau recording mesti download aplikasinya dulu. Ada dua aplikasi yang pernah gue pake, VLC Media Player sama apa, ya, satu lagi gue lupa. Menurut gue ribet harus setting ini-itu sebelum record.

Sejak pasang Ms. Office 2016 ini makin seneng bikin tutorial-tutorial "yang gak seberapa itu" di YouTube. Ditambah udah punya domain di blog, makin seneng juga bikin tulisan begini. Uhuk..

Friday, November 10, 2017

Dipaksa Pascabayar

Nomor gue keblokir lagi untuk ke sekian kalinya.
Kedua kalinya, sih.
Eh! Ketiga kalinya kalo dihitung sama yang waktu hp-nya ilang.
Kok bisa? Ketauan banget jomblonya sampe gak ada yang ngingetin buat isi pulsa.
Hih! Apa, sih? Wkwkwk

Intinya  nomor gue yang satu ini (yang diblokir) bisa dibilang gaconnya dari ketiga nomor yang gue pake. Nomor ini (sekarang) jarang dipake tapi tetap gue pertahankan karena satu alasan; punya nilai historis. Secara nomor itu sudah genap berusia satu dasawarsa. Ya! Gue pake nomor itu sejak tahun 2007. Tak kan terganti. Makanya sekali pun terblokir dan pernah sempat hilang, gue usahain untuk "menghidupkan" kembali nomornya dengan dateng ke XL Center.

Singkat kata, untuk kasus yang terakhir dan masih hangat ini, terblokir karena melewati masa tenggang sudah pasti. Penyebabnya nomor tersebut gue pasang di hp yang (akhir-akhir ini) fungsinya cuma buat bangunin gue tidur (alarm) sama nerima SMS Promo Paha Ayam CFC, jadi jarang gue bawa. Jadilah gue lupa ngisi pulsa untuk nyambung nyawa si nomor.

Di kasus sebelumnya, untuk mengaktifkan kembali nomor yang terblokir hanya diminta menunjukkan KTP dan surat nikah biaya untuk isi pulsa minimum Rp 25.000. Tapi untuk kasus kemaren, gue dateng ke XL Center seperti biasa ditanya alasan kenapa bisa keblokir dan diminta menunjukkan KTP, kemudian diproses oleh customer service-nya. CS-nya bilang kalo mau diaktifkan kembali harus deposit uang sebesar Rp 200.000 dan nomor gue beralih menjadi pascabayar. Wew?

Si Mbak customer service-nya yang tengah mengandung, aura kewanitaannya terpancar dan mulai menjelaskan panjang-lebar kenapa harus deposit dan kenapa harus beralih ke pascabayar. Adem aja sih gue denger penjelasan si Mbaknya itu. Pelayanan swasta better lah ya dibanding kalo kita dateng ke kantor-kantor instansi pemerintah ngurusin KTP, dkk. nya itu asal bae. No salam tempel, urusan dibikin ribet. Katanya pelayan masyarakat tapinya ...

Kembali.
Jadi uang deposit yang sebesar Rp 200.000 tersebut bisa diambil setelah satu tahun. Terhitung sejak tanggal aktivasinya. Dan, setelah setahun itu juga baru si nomor tersebut bisa kembali beralih ke prabayar jika berminat (opsional). Tapi kalau udah nyaman di pascabayar ya lanjut aja. Istilahnya nomor pascabayar kita terikat kontrak selama setahun dengan jaminan uang deposit. Seperti itu.

Terpaksalah akhirnya gue menerima kenyataan nomor gue beralih ke pascabayar. Sempet timbul banyak pertanyaan sih di awal-awal pemakaian. Maksudnya kan gue belum pernah, jadi menerka-nerka ntarnya gimana-ntarnya gimana. Tapi, pas ke sini-sini, not bad lah, ya. Dan barusan keluar tagihan bulan pertama, malah lebih bisa kontrol pemakaian daripada biasanya. Gitu aja, sih. Selebihnya... sama. Termasuk sinyal yang sering banget ngilang :v

Cerita Gue Punya Domain

Gue bukan orang IT, udah lama banget kepengen alamat blog gue itu kerenan dikit, langsung pake .com tanpa ada embel-embel blogspot.com-nya gitu deh. Tapi gue gak ngerti harus diapain biar jadi www.widakiwid.com bukan www.widakiwid.blogspot.com. Hasil dari bertanya ke kakak dan temen dunia maya gue yang blogger sejati -ceile- didapati hasil yang bikin gue gak mudeng. Denger istilah-istilahnya aja asing banget di kuping gue. Beli domain-lah, hosting-lah, SSL-lah, apalah-apalah. Makin dijelasin makin ribet banget dengernya. Lama-kelamaan keinginin punya si www.widakiwid.com terkikis sudah. Udah males duluan nyari taunya. Kalah sebelum berperang. Mulai pasrah dengan keadaan, menerima kenyataan tetep pake www.widakiwid.blogspot.com. Tak apalah.

Dua tahun kemudian ....

Pas lagi ngoprek draft, nyari-nyari tulisan yang terkatung-katung belum sempat di-publish, muncullah seonggok pemberitahuan dari Google menawarkan pembelian domain, dkk. Ya Allah, mendengar kata itu gue seperti diingatkan kembali sama keinginan gue yang dulu. Mungkin ini saatnya. Jreengg... Jreenngg...!!!

Bermodal rasa penasaran, akhirnya gue klik sana-sini si penawaran tadi. Ternyata gampang juga. Mulai sedikit melek apa itu domain, dkk. Gue sempet mikir mau dilanjutin beli apa nggak, nih domain dari Si Mbah Google? Takutnya gue udah beli tapi gak ngerti caranya. Wkwkwk

But the show must go on -halah gak nyambung- gue nekat aja beli karena harganya menurut gue murah, Rp 165.000/ tahun. Sekali pun ntar gue gak ngerti caranya, ya, gak rugi-rugi banget lah duit segitu -elah songong-

Udah semanget banget tuh gue isi form pembeliannya. Udah ngebayangin gue bakal punya www.widakiwid.com -padahal mah biasa aja sih-

Udah beres proses demi proses. Selangkah lagi ... PROSES PEMBAYARAN .. KLIK!
Cuma bisa via Kartu Kredit!
Oke! Bye!

Mimpi yang tadi, hilang sebelum terwujud.
Nelongso tenan gak punya kartu kredit. Mau pinjem punya si kawan tapi tebengan nyicil handphone kemaren aja belom kelar. Masa mau minjem lagi? Cekikikikk
Ya udahlah dikubur lagi aja keinginannya.

Eits... Percuma dong gue minum kopi sehari duakali kalo cepet patah semangat begitu? Usaha, ah! Cari yang jual domain tapi pembayaran transfer via ATM! Apa sih yang gak dipermudah zaman sekarang? Situs penjualan sekelas AirAsia aja yang dulu cuma bisa via kartu kredit, sekarang dipermudah, lebih fleksibel pembayarannya bisa ke Indomaret. Ckckckck

Benar saja! Gak pake lama gue langsung nemu si mamang yang jual. Dan harganya jauh lebih murah, anjay. Cuma Rp 105.000 per tahun. Belinya gak ribet. Sistem pembayaran bisa lewat mana aja. Lewat pintu depan, pintu belakang, atau lewat atap -gak lucu-
Setelah dilakukan pembayaran, proses verifikasi dan aktivasinya secepat kilat. Udah gitu Customer Service-nya always on 24/7. Ramah pula ngasih infonya kalo kita punya kesulitan ekonomi dalam prosesnya. Makanya recommended lah beli di Niaga Hoster 

Jadi, sekarang keinginan gue udah terwujud lah, ya, punya www.widakiwid.com







Tuesday, September 13, 2016

Novel Sore Ini







Sore ini gw ngerasa ada yang kurang, kayak ada sesuatu yang belum ditunaikan. Tapi entah apa itu.
Syukur deh, seteguk kopi berhasil ngingetin gw satu hal. Baru inget! Gw kan punya buku yang tadi siang baru dibeli. Ternyata itu yang ngeganjel dari tadi. Gw mau lahap bukunya. Sebuah novel remaja. Sebenernya gw random aja beli buku itu. Soalnya pikiran alam bawah sadar gw udah haus pengen baca buku baru. Kebetulan dua buku yang gw pesen online belum juga dateng, sementara hasrat ingin membaca semakin kuat. Alhasil sewaktu tadi ke Indomaret buat beli pembalut, dkk. Mata gw ngelirik ke sebuah display khusus buku yang ada di pojokan. Gw liatin satu per satu judul bukunya. Kebanyakan sih novel-novel remaja gitu. “Ahelah... Serial FTV semua,” kata gw dalam hati. Tapi gak apa-apa deh, buat ganjel  sembari nunggu dua buku yang tadi itu sampe. Karena gw pikir semua novel remaja itu isi ceritanya hampir sama, jadi gw ambil buku bukan berdasarkan judulnya yang menarik. Tapi berdasarkan harganya yang paling murah. 
Dengan ditemani kopi yang tinggal setengah gelas. Seperti sudah menjadi kebiasaan kalo punya buku baru, gw bolak-balik dulu, gw raba cover-nya depan-belakang, sedikit dilengkungin kemudian tahan dan lepas dengan cepat lembaran kertasnya sambil ciumi aroma yang dihasilkannya. Di situlah kenikmatan membaca buku dalam bentuk fisik. Walopun bagi sebagian orang yang punya hobi baca, sekarang gak perlu repot bawa dan pegang buku. Cukup mengandalkan smartphone dan membaca buku dalam bentuk digital. Gak perlu jadi perdebatan, itu masalah selera aja.

Biar lebih tau karakter si penulisnya, gw buka lembar pertama dan terakhirnya terlebih dahulu. Ucapan terima kasih si penulis. Kok mirip ucapan terima kasih di lembar skripsi itu yah gw pikir. Gaya bahasanya khas gaya-gaya bahasa mahasiswa tingkat akhir. Masa transisi di penghujung masa remaja menjelang awal dewasa. Gw pernah ngalamin.  Gak ada yang nanyaaaaaaa...
Berikutnya baca lembar paling terakhir sebelum cover belakang. Biografi si penulisnya. Bener dugaan gw, doi mahasiswa tingkat akhir. Mendekati kalimat terakhir perkenalannya. Di situ tertulis bahwa doi adalah seorang pecinta (all about) Korea. WuuuzzzZ... Iman gw mulai goyah.

Bukan apa-apa, cuma berdasarkan pengamatan gw yang sok tau ini, kalo ngeliat temen-temen yang punya ketertarikan dengan hal-hal yang berbau itu, gw kayak udah bisa baca sedikit-banyak sifat dan karakteristiknya mempunyai beberapa kemiripan. Entah. Mind set yang terbentuk dibenak gw seperti itu. Melankolis, penuh perasaan, sisi femininnya lebih dominan. Bukan jelek, bukan. Buseett ..ntar gw ditimpukin para penggemarnya lagi. Justru karena gw berada di sisi yang bersebrangan dengan itu, makanya setelah membaca kalimat terakhirnya batin gw langsung bilang kalo novel ini bagus. Tapi bukan gw banget. Sama kayak kesukaan baca buku dalam bentuk fisik atau digital, tidak perlu ada perdebatan. Ini cuma masalah selera. *salim dulu atuh*

Kata kiasan yang sering terdengar; don’t judge a book by its cover kayaknya pas banget. Dengan kopi yang tinggal seperdelapan gelas, gw paksa lanjutin baca dan coba nikmatin bukunya. Beberapa alur ceritanya bisa terbaca. Mulai bosan. Gw abisin sisa kopi itu. Berhenti di halaman enambelas. Sementara udah dulu. Tapi gw bakal paksain tetep baca dan habisin buku ini. Gimana pun, buku jenis apapun, dan siapa pun penulisnya, buku itu pasti mempunyai manfaat. Minimal bisa menambah kosakata. Ini sama halnya saat manusia sedang merasa di titik terendah, seolah merasa keberadaannya tak diinginkan oleh bumi dan seisinya. Dia lupa satu hal, bahwa karbon dioksida yang dikeluarkan yang menurutnya tidak berguna, justru sangat diperlukan oleh tumbuhan hijau untuk proses fotosintesis. Di situlah keberlangsungan hidup tetap terjaga. Begitu juga dengan buku; The more you read. The more things you know...  ~Dr. Seuss

*Yang bikin tulisan ini (anggap saja itu gw), bukan seorang yang hobi baca. Namun, suatu ketika ia jatuh cinta pada sebuah artikel yang dibacanya di jejaring sosial. Menurutnya tulisan tersebut sangatlah indah. Ia yang notabene seorang penggemar sepakbola kagum bagaimana bisa sebuah artikel sepakbola dikemas cantik oleh diksi berbalut sastra. Jenius. Sekarang ia mulai mengagumi sosok si penulis dan pengesai tersebut. Dan dari situlah motivasi untuk membiasakan membaca pun muncul.

Thursday, April 28, 2016

Antara Aku, Nabila Syakieb, dan Rok Hitam




Lagi pengen ber-flashback ria ceritanya. Lagi pengen nginget masa putih-abu dulu.
Ini cerita saat gw membuat pilihan setelah lulus SMP. Apakah mau lanjut ke SMA atau SMK?
Bukan pilihan yg sulit sih waktu itu, di saat temen-temen berbondong-bondong daftar ke SMA, tapi krn dari dulu gw orangnya anti-mainstream wakakakk ya kali. Gw daftarnya ke SMK dong sama temen gw berlima saat itu. Walopun yg diterima cuma tiga orang, termasuk gw. 

Kenapa sampai akhirnya gw memilih dan masuk ke SMK N 1 Serang? Alasannya simpel. Hanya krn gw pengen pake rok item. Sekali lagi gw ulangi. PENGEN PAKE ROK ITEM!!!
What??? Kenapa bisa begitu???

Karena waktu jamannya gw yg pake rok item itu cuma yg sekolah di SMK dan dipake pas lagi magang/PKL. Dan ekspektasi gw dulu terlalu tinggi. Hahahaha ini nih aib dari cerita ini. Jadi, dulu gw punya tetangga. Waktu gw masih SD, dia udah kelas 3, kebetulan sekolahnya di SMK N 1 Serang juga jurusan Sekretaris. Dia anaknya putih, tinggi semampai, rambutnya lurus panjang hitam, idungnya mancung kayak blasteran Arab gitu. Kalo kayak artis skrg mungkin dia mirip sama Nabila Syakieb. MashaAllah cantik bgt kan. Krn rumahnya di belakang rumah gw, jadi gw sering liat dia pake seragam sekolah kan. Pake atasan kemeja putih yg gak kegedean dan gak kekecilan, bawahannya rok item agak sedikit di atas lutut (yang menurut gw saat itu padu-padan yang pas antara putih dan abu hitam). Bentuk tubuhnya ramping proporsional dengan rambut hitamnya yg dibiarkan terurai rapi. Pake sepatu kets dg kaoskaki panjang sampai di bawah lutut. Ala-ala kayak si Cinta dalam film AADC gitu. Cantik sempurna gitu deh. Nah, jadi kan bayangan gw udah ke situ aja. 

Alhasil, berkat imajinasi 'sempurna' yg sudah terlanjur terbentuk di kepala gw itu, jadilah gw daftar dan masuk ke SMKN 1 Serang jurusan Akuntansi.
Dan apa yg selanjutnya terjadi pemirsa???
Hari demi hari kulalui. Hingga aku beranjak ke kelas 2 dan sudah saatnya aku magang dan pakai rok hitam. Akhirnya tiba juga saat yg dinanti. Jrengg.. Jreeennngg....
Ceritanya ini hari pertama gw magang di Kantor Walikota Cilegon. Dari semalemnya gw uda excited bgt, bukan semangat krn mau magangnya tp semangat gegara rok item itu. Begitu paginya, selese mandi dan seperti biasa pake seragam lengkap dan kali ini pake rok item. Ciyee yg bakal keliatan kayak Nabila Syakieb....
Pas ngaca depan cermin?????
Oh?!!!! Biasa aja.
Mngkin krn blm pake sepatu kali jadi ekspek gw blm jadi kenyataan.
Gw keluar siap berangkat dan pake sepatu. Giliran ngaca di kaca jendela rumah gw yg lebarnya sealaihim-gambreng itu pun gak bisa nolong gw biar keliatan kayak apa yg gw bayangin. Yauda lah mau gimana lagi. Mau dipaksa pun emang kondisi gw dg tetangga gw itu udah kontradiktif. Secara kasat mata aja, sejak kapan lu liat Nabila Syakieb rambutnya pendek cepak? Gak prnah kan. Cewek cantik identik dg rambut panjang, nah rambut gw pendek, potong cepak pula. Dia tubuhnya jenjang menjulang tinggi. Nah gw cuma berapa jengkalnya dia. Idung gw sama idung dia? *ahh sudahlah*
Trus secara pakaian. Kemeja dan rok dia tuh pas di badan. Nah gw, rok gw di bawah lutut, kemeja putih gw kegedean. Itu tuh Emak gw emang sengaja kalo beliin seragam buat anak2nya pasti yg dilebihin size-nya. Katanya biar gak beli-beli lagi, biar kepake sampe kelas 3. Buseett. 

Jadi waktu sekolah tuh gak pernah keliatan modis ala-ala cewek gimana gitu. Ya kalo pas sekolah culun aja udah. Udah seragam gede, rambut pendek cepak, mana kaoskaki kalo gw tarik ke atas, turun sendiri. Gegara karetnya kendor. Wkwkwkwkk
Itu lah sepenggal kisah antara Aku dan Nabila Syakieb Rok Hitam. Sebenernya, selain pengen masuk SMK krn alasan rok item, masih banyak sih alasan2 lain di belakangnya. Semisal, krn gw pengen yg sekalian yg jauh aja sekolahnya. Krn dulu di Kragilan belum banyak pilihan sekolahnya. Beda sama skrg udah banyak SMA/SMK/MA di mana-mana. Terus biar naek angkot dan nunggu angkot dari terminal gitu apasih absurd bgt jalan hidup gw. Tapi dari situ lah hingga akhirnya membawa gw ke kehidupan gw yg sekarang. Bertemu dg teman dan orang2 yg warbiyasahh. Dengan pengalaman yg luar biasa juga tentunya.
Sekalian ngasih tips juga nih buat anak2 (ehemmm *benerin kerah*) yg mau pada lulus dan bingung mau nentuin lanjut ke mana. SMP/MTs/PonPes atau SMA/SMK/MA, dsb. Semua sekolah itu baik asal kita menjalankannya dg baik pula. Jgn ikutin arus. Ikuti kata hati. Di balik alasan yg sederhana, terdapat ... yg besar. Isi sendiri dg kalimat yg positif. Uhuukk

Wednesday, April 9, 2014

Ranah Kognitif


    Ranah Kognitif
Menurut Benjamin S. Bloom (dalam Makmun, 2004: 26), secara garis besar ranah kognitif terdiri dari tahapan:
·         Knowledge (pengetahuan)
·         Comprehension (pemahaman)
·         Application (penerapan)
·         Analysis (penguraian)
·         Synthesis (memadukan)
·         Evaluation (penilaian)

Namun pada perkembangan selanjutnya, taksonomi Bloom ini mengalami revisi pada tahun 1990 oleh seorang murid Bloom yang bernama Lorin Anderson. Dan baru dipublikasikan pada tahun 2001 dengan nama Revisi Taksonomi Bloom. Dalam revisi ini ada perubahan kata kunci, masing-masing kategori masih diurutkan secara hirarkis dari urutan terendah ke yang lebih tinggi. Pada ranah kognitif kemampuan berpikir analisis dan sintesis diintegrasikan menjadi analisis saja. Dari jumlah enam kategori pada konsep terdahulu tidak berubah jumlahnya karena Lorin memasukan kategori baru yaitu creating yang sebelumnya tidak ada.
Taksonomi  hasil revisi Anderson pada ranah kognitif adalah: 
·         Remember (mengingat)
·         Understand (memahami)
·         Apply (menerapkan)
·         Analyze (menganalisis)
·         Evaluate (mengevaluasi)
·         Create (mencipta, berkreasi)
Dari beberapa tahapan tersebut, hanya tahapan mengingat, memahami, dan menerapkan yang cocok untuk diterapkan di sekolah dasar, sedangkan analisis dan dan sintesis baru dapat dilatihkan di tingkat sekolah menengah, atas, dan perguruan tinggi secara bertahap (Arikunto, 2005: 121).
Berdasarkan tahapan yang cocok diterapkan di sekolah dasar. Zainul dan Mulyana (2007: 35-36) menjelaskan bahwa:
Pengetahuan adalah tingkatan yang paling rendah dari tujuan pendidikan. Aspek ini menunjukkan kemampuan untuk mengingat kembali atau mengenal informasi yang dipelajari sebelumnya. Informasi yang masuk ke dalam ingatan murid bisa dalam bentuk pengetahuan tentang fakta, terminologi, peristiwa, nama, data, hubungan dan yang lainnya. Pengetahuan fakta mulai dari yang spesifik sampai pada yang universal atau abstrak. Kategori pengetahuan merupakan aspek yang mudah diajarkan dan dievaluasi.

Pemahaman adalah kemampuan untuk memahami arti secara harfiah dari materi, kemampuan menangkap arti dan maksud dari materi, dan menyatakan kembali informasi dengan kata-katanya sendiri. Bentuk kemampuan yang disajikan dalam pemahaman ini ialah kemampuan menerjemahkan dan menginterpretasi. Informasi yang diterima oleh siswa bisa dalam bentuk data yang dapat diperoleh melalui sumber-sumber tertentu. Sumber-sumber tersebut misalkan peta, bagan, grafik, ensiklopedi, atlas, dan lain-lain.
Aplikasi adalah kemampuan menggunakan atau mentransfer apa yang diketahui ke dalam situasi baru, seperti mengaplikasikan sebuah konsep, generalisasi atau suatu proses ke dalam situasi baru. Dalam kategori ketiga ini secara esensial adalah kemampuan siswa untuk dapat menggunakan apa yang telah ia pelajari, siswa dapat menggunakan pengetahuannya untuk memecahkan masalah.